Bagaimana Hukum Berkurban ditengah Wabah PMK dari Segi Fiqih ? Berikut Jawaban MUI Bogor

17 Juni 2022, 19:06 WIB
Hukum berkurban ditengah wabah PMK /PRITIM PRMN/EDI MULYANA/

BERITA MATARAMAN - Simak bagaimana hukum berkurban ditengah wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang sedang melanda negara kita.

Idul Adha tahun 2022 kali ini akan terasa berbeda, karena menjalang berkurban nasional terjadi wabah PMK pada hewan ternak.

Para pedagang dan peternak diliputi kebimbangan dengan adanya wabah PMK tersebut, karena wabah PMK menyerang hewan berkaki belah seperti sapi, kambing, kerbau, domba dan sebagainya.

Artikel ini akan membahas tentang bagaimana hukum berkurban ditengah wabah PMK jika dilihat dari segi fiqh.

Baca Juga: Jelang Idul Adha 2022, Bagaimana Hukum Berkurban ditengah Wabah PMK Menurut Kesehatan?

Dr. Abdul Wafi Muhaimin selaku Sekretaris Komisi Fatwa MUI Kabupaten Bogor akan menjelaskan bagaimana berkurban ditengah wabah PMK.

Menurut Dr. Abdul Wafi, MUI pusat telah mengeluarkan fatwa tentang PMK. Fatwa yang dimaksud adalah :

1. PMK yang dikenal dengan Foot and Mouth Disease adalah penyakit hewan yang disebabkan oleh virus yang sangat menular dan menyerang hewan berkaki belah atau berkuku genap.

2. PMK dengan kategori ringan adalah penyakit kuku dan mulut yang terjadi pads hewan dengan tanda hewan mengalami lesu, tidak nafsu makan, lemah, terdapat lepuhan pada sekitar mulut, gusi dan lidah, mengeluarkan air liur yang berlebihan tapi tidak pincang, tidak kurus dan dapat disembuhkan dengan pengobatan.

Baca Juga: Wabah PMK Menyerang, Ini Gejala, Penularan dan Cara Pencegahan pada Hewan

3. PMK dengan gejala berat adalah penyakit mulut dan kuku yang terjadi lada hewan hingga menyebabkan lepuh pada kuku sampai terlepas dan pincang. Selain itu, menyebabkan kurus permanen dan butuh proses yang lama untuk penyembuhan.

"Kriteria hewan kurban kan syaratnya adalah harus bebas dari cacat dan tidak sakit. Hewan yang tidak boleh dikurbankan adalah hewan yang buta dan jelas kebutaannya." Ujar Dr. Abdul Wafi.

Selain itu, Dr. Abdul Wafi menjelaskan bahwa hewan yang memiliki penyakit berat yang jelas sakitnya, pincang yang jelas pincangnya dan hewan kurus yang tidak ada sumsumnya tidak boleh dikurbankan.

"Kalau PMK cara menghukuminya harus dilihat apa sakitnya? Termasuk kategori berat atau tidak?" Ucap Dr. Abdul Wafi.

Ia menambahkan hewan cacat dianggap berat apabila berpengaruh pada kualitas daging, termasuk juga jika membahayakan untuk kesehatan manusia.

Baca Juga: Kasus PMK di Kediri Bertambah, Ratusan Ternak Terinfeksi, Pasar Hewan Ditutup

"Jika penyakitnya masuk kategori berat sampai pincang, maka tidak sah dijadikan hewan kurban. Tapi jika ringan seperti lemas, maka ini masih bisa dijadikan hewan kurban." Ujar Dr. Abdul Wafi.
Menurutnya, jika hewan berkaki belah ini bisa sembuh diantara tanggal 10-13, maka bisa disembelih untuk kurban.

Tetapi, jika yang sakit berat ini sembuhnya setelah tanggal tersebut, tanggal 14-15 misalnya, hewan tersebut sah disembelih, tapi dianggap sedekah, bukan kurban.

Dr. Abdul Wafi menyatakan jika keputusan MUI ini tentu saja selain dilihat dari segi fiqh, mereka melihat dari pertimbangan dokter hewan.***

Editor: Taufiqurrohman

Sumber: Youtube MUI Kabupaten Bogor

Tags

Terkini

Terpopuler