Tarif Masuk Wisata Komodo Rp 3,75 Juta, Begini Catatan Kritis Pusat Kajian Infrastruktur Strategis atau PUKIS

- 9 Agustus 2022, 08:30 WIB
Ilustrasi Tarif Masuk Wisata Komodo Rp 3,75 Juta, PUKIS memberikan catatan kritis berikut ini
Ilustrasi Tarif Masuk Wisata Komodo Rp 3,75 Juta, PUKIS memberikan catatan kritis berikut ini /Antara/

BERITA MATARAMAN - Kabar kenaikan tarif tiket mausk wisata Pulau Komodo akhirnya di tunda oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Wisata kawasan wisata Pulau Komodo dan Padar, Kabupaten Manggarai Barat, NTT akan memberlakukan tarif sebesar Rp 3,75 juta yang awalnya akan di berlakukan pada 1 Agustus 2022 ditunda hingga 1 Januari 2023.

Tentu kebijakan kenaikan tarif tersebut membuat pro dan kontra. Salah satu pihak yang mengkritisi kebijakan tersebut adalah Pusat Kajian Infrastruktur Strategis (PUKIS).

Baca Juga: 21 Link Twibbon Hari Pramuka Ke 61 yang Bertema Mengabdi Tanpa Batas Untuk Membangun Ketangguhan Bangsa

PUKIS mengapresiasi keputusan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (Pemprov NTT) yang menunda kenaikan tarif masuk ke Pulau Komodo dan Pulau Padar hingga 1 Januari 2023.

“Kami mendukung penundaan kenaikan tarif sekaligus memberikan sejumlah catatan kritis bagi pemerintah pusat dan daerah”, ujar Direktur Eksekutif PUKIS M. M. Gibran Sesunan, dalam siaran pers di Yogyakarta, Selasa 9 Agustus 2022.

Sebagaimana diketahui, Pemprov NTT yang didukung Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) berencana menetapkan tarif baru di Taman Nasional Komodo, dari semula Rp75.000 bagi wisatawan nusantara (wisnus) dan Rp150.000 bagi wisatawan mancanegara (wisman) menjadi Rp3.750.000 per orang.

Baca Juga: 10 Rekomendasi yel-yel Pramuka Cocok Untuk Memeriahkan Hari Pramuka 14 Agustus Mendatang

Pertama, PUKIS mengkritik minimnya pelibatan masyarakat dalam penyusunan kajian yang berujung pada keputusan kenaikan tarif di Taman Nasional Komodo.

“Pemerintah mengatakan ada kajiannya. Sekarang publik bertanya, ada di mana kajian tersebut?”, ujar Gibran. Untuk itu, PUKIS mendesak pemerintah untuk segera membuka kajian tersebut sehingga masyarakat bisa lebih memahami latar belakang kebijakan serta alasan-alasan di baliknya secara lebih komprehensif.

Selain itu, pemerintah harus mengkaji dampak kenaikan tarif bagi masyarakat dan pelaku usaha pariwisata. Terlebih, sejak tahun 2020, UNESCO telah mengingatkan pemerintah mengenai potensi terpengaruhnya mata pencaharian masyarakat lokal yang dapat memicu protes seiring dengan rencana reformasi pariwisata di Taman Nasional Komodo.

Dengan kata lain, peringatan dari UNESCO ini telah diabaikan oleh pemerintah.

Kedua, PUKIS meminta kenaikan tarif tidak hanya ditunda, tetapi juga dievaluasi kembali nilai kenaikannya.

Baca Juga: Full Energi! Ramalan Zodiak Sagitarius Hari Ini Selasa 9 Agustus 2022, Anda Akan Menjadi Sukarelawan yang Baik

“Kenaikan tarif dilakukan secara mendadak dengan besaran yang luar biasa”, kata Gibran. Kenaikan tarif yang mencapai 25 kali lipat bagi wisman dan 50 kali lipat bagi wisnus ini berpotensi menimbulkan diskriminasi dan ekslusivisme pariwisata.

Padahal, menurut BPS, rata-rata upah pekerja di Indonesia hanya sebesar Rp 2.892.537 per bulan.

“Jadi, pembangunan untuk siapa? Jangan sampai pengembangan Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) Labuan Bajo justru meminggirkan masyarakat dan wisatawan lokal, padahal pembangunan infrastrukturnya banyak menggunakan uang rakyat (APBN)”, kata Gibran.

PUKIS mengingatkan, organisasi pariwisata dunia, UNWTO, menyatakan bahwa pariwisata yang berkelanjutan harus memberikan manfaat sosial-ekonomi yang adil kepada seluruh pemangku kepentingan, terutama masyarakat lokal.

Ketiga, PUKIS mempertanyakan alasan kelestarian ekosistem yang selalu digaungkan pemerintah. PUKIS membantah klaim ini karena Presiden Jokowi sendiri telah menargetkan jumlah kunjungan 1,5 juta orang per tahun di DPSP Labuan Bajo.

Baca Juga: Bacaan Doa Kenduri Selamatan atau Syukuran yang Bisa Dibaca Lengkap Mulai dari Arab Latin dan Artinya

Target ini lebih besar enam kali lipat dibandingkan jumlah kunjungan pada tahun 2019 yang sebesar 256.000 orang berdasarkan data Kemenparekraf. Artinya, kebijakan ini justru dapat memperparah situasi lewah turis (overtourism) di Taman
Nasional Komodo.

“Hal ini sangat kontradiktif dan kontraproduktif. Di satu sisi pemerintah ingin beralih dari pariwisata massal ke pariwisata yang berkualitas,namun di sisi lain justru menaikkan target kunjungan wisata secara besar-besaran”, pungkas Gibran. ***

Editor: Taufiqurrohman


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

x